Lereng
bukit terjal, dimana terdapat sebuah bangunan yang keseluruhannya
terbuat dari batu granit itu tampak sunyi tersaput halimun tipis dipagi
hari, tapi bilamana angin berhembus dari puncak bukit lapat-lapat
terdengar sura berdesing bersiur berkepanjangan, itu mungkin suara angin
yang terpesat masuk kecelah kecil dipunggung bukit yang tidak bisa
kembali keatas.
Mentari
perlahan menyemburatkan sinarnya yang hangat menyapa mayapada
membuyarkan tetesan-tetesan embun yang bergayut ditengah daun keladi
hutan, namun suasana pagi haripun tetap tak ada perubahan tempat itu
tetap sunyi senyap bahkan suara burung dan serangga yang lajim
mendendangkan suara alampun seakan sirap, yang terdengar hanya suara
hembusan angin yang semakin kencang dan suara desingan dipunggung
bukitpun semakin keras terdengar memecah kesunyian.
Dari
kaki bukit terjal satu bayangan tampak dengan ringan berlompatan
diantara bebatuan yang berlumut, siapapun sosok bayangan itu dipastikan
memiliki kapasitas ringan badan yang sempurna, karena jika salah
perhitungan menjejak bebatuan runcing berlumut dan sampai terpeleset,
dibawah sana jurang lebar menganga dengan bebatuan runcing bak tombak
siap melumatkan tubuhnya.
Hanya
butuh beberapa lompayan saja, akhirnya sosok bayangan ini dengan ringan
jejakan kakinya dipuncak bukit dimana sepuluh tombak didepan berdiri
dengan angker sebuah bangunan yang keseluruhan dinding dan atapnya
terbuat dari batu granit yang keras.
Bangunan
ini sungguh aneh, hampir keseluruhannya dari batu granit dan yang lebih
aneh lagi bangunan ini tak memiliki pintu masuk ataupun jendela buat
sirkulasi udara, sosok tubuh tegap ini sesaat usap wajahnya yang
berpeluh, satu goresan panjang melintang terlihat dipipi sebelah
kirinya, sosok yang tak lain dari sanjaya calon penguasa dunia prsilatan
dengan menghalalkan segala cara ini raba didnding batu granit dengan
telapak tangan kanannya dan begitu tusukan kelima jarinya diantara celah
kecil perlahan sebuah dinding batu bergeser kebawah amblas kedalam
tanah dengan cepat sanjaya lesatkan badannya kedalam bangunan tersebut
bersamaan dengan menutupnya kembali pintu batu disusul gemuruh samar dan
tak lama berselang keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu granit
itu amblas kedalam tanah, suasana kembali hening dan sunyi seakan tak
terjadi apapun sebelumnya ditempat itu.
Didalam
bangunan batu granit yang ternyata berpungsi seperti lif dizaman modern
itu sanjaya tampak berdiri dengan sebelah tangan kanannya mengapit
sebilah pedang yang tak lain dari pedang sangga buana hasil
rampasan dari seorang mpu dengan cara menyamar sebagai murid dari sang
mpu dan akhirnya dibunuhnya juga mpu tsb dengan pedang ciptaannya
sendiri oleh sanjaya ( baca eps. Balada cinta dyah citraresmi pitaloka, pen) .
Sanjaya
merasakan bangunan dari batu granit yang membawanya meluncur kebawah
berhenti, kembali pemuda gagah ini tempelkan telapak tangan kanannya dan
begitu kepalkan jari-jarinya secara otomatis lempengan batu granit itu
terbuka keatas dan sanjaya dengan cepat lesatkan badannya keluar dari
bangunan batu granit dan didepan sana seorang lelaki berjubah dengan
bulatan-bulatan hitam berjumlah enam buah tampak tersenyum simpul
kearahnya.
“luar biasa, kau berhasil sanjaya..”
“romo guru, tak susah bagi diriku untuk mendapatkan pedang mustika ini..”
Gumam sanjaya sambil menyerahkan bilah pedang mustika sangga buana pada orang tua dihadapannya yang tak lain dari wiku dharma persada, pemimpin partai lintas aliran halilintar sewu
“aku
percaya sanjaya, dan kau lihat seluruh senjata mustika yang berada
dikuburan mustika ini, kelak akan aku wariskan kepadamu..”
“dan bila waktu itu tiba aku telah menjadi penguasa rimba persilatan tanah jawa ini..”
Sentak sanjaya, hingga gema suaranya menggetarkan dinding-dinding gua kuburan mustika
“hahaha..tepat sanjaya tepat..tapi ada sesuatu yang mengganjal dibenakku..”
“apa itu romo guru..”
“kau masih ingat dengan ceritaku tentang manggala..”
“orang yang akan membunuhku ketika orok, dan karena dia juga wajahku menjadi cacat”
Sentak sanjaya sambil kepalkan kedua tangannya
“benar sanjaya..”
“aku akan memburunya, walau dia bersembunyi dilubang semut pun..”
“kau tak perlu melakukannya, karena aku yakin dia akan datang lagi kemari menuntut balas”
“kebetulan..jadi aku tidak susah-susah memburunya..”
“namuh
ada hal yang musti kau ketahui, manggala telah membawa lari kitab
mustika andalan halilintar sewu, dan aku yakin seluruh kitab itu telah
dia kuasai..”
“aku tidak gentar romo guru..”
“asal
kau tahu sanjaya, semua jurus dan olah kanuragan yang aku turunkan
padamu, baru tingkat pertama dan bila manggala telah berhasil
menyempurnakan isi kitab sampai tingkat tiga kau akan dilibasnya dengan
mudah..”
“lalu apa rencana romo guru selanjutnya..”
“pergilah
ke jurang tanpa dasar semenanjung himalaya, bergurulah pada pertapa
sapta raga, dengan ajian yang dimilikinya dirimu akan mampu menandingi
jurus kuntum kilat melecut raga tingkat tiga yang dikuasai manggala si arit iblis..”
“maap, romo guru..apa pertapa itu bersedia mengangkatk ku sebagai murid..”
“serahkan pedang mustika sangga buana pada pertapa sapta raga, niscaya dirimu akan diangkatnya menjadi muridnya..”
“jadi ini tujuan guru mengutus ku, merampas pedang sangga buana..”
“tepat sanjaya..nah sekarang pergilah..ke jurang tanpa dasar semenanjung Himalaya di negri Hindustan..”
(catatan:
bagi pembaca yang penasaran dengan tempat bernama jurang tanpa dasar
semenanjung Himalaya, di hindustan, kini india. harap baca karya KYT
sebelumnya di blog Bhumi deres mili Eps: Mustika Lembah Cimanuk, pen)
“baik romo guru, hari ini juga aku akan berangkat ke nagri Hindustan..”
Ucap
sanjaya, lalu rangkapkan kedua tanganya didada, setelah itu kembali
masuk kedalam bangunan batu granit yang akan membawanya kembali keatas
permukaan tanah.
Setelah
kepergian sanjaya wiku dharma persada tampak sandarkan dirinya
didinding gua matanya tampak kosong menerawang langit-langit gua
kuburan mustika yang tampak memancarkan warna lembayung dari bongkahan
stalagtit diatas gua.
“kalau saja sanjaya tahu, aku pun dulu menginginkan nyawanya..mungkin ceritanya akan lain..”
Membatin
wiku dharma persada dalam hati, kemudian lelaki tua plontos dengan
bulatan hitam berjumlah enam dikepalanya ini pejamkan kedua matanya, tak
lama pemimpin partai halilintar sewu ini larut dalam semadinya.
ooooOoooo
Semenjak melihat paras putri raja padjajaran dyah pitaloka, bhatin
sungging prabangkara senantiasa diliputi oleh perasaan yang baru kali
ini membuatnya gelisah tak menentu dan sebagai pelampiasanya dari hasrat
yang terpendam dalam sanubarinya, pemuda yang baru beberapa bulan turun
gunung ini menuangkan segenap rasa pada sebuah goresan-goresan kuas
diatas hamparan kain putih, yah..sungging prabangkara melukis putri dyah
pitaloka yang kemarin dilihatnya dipasar haur koneng, mungkin karena
lelah pemuda berbaju hitam ini tertidur dengan pulasnya, didalam
mimpinya putri padjajaran ini menemuinya.
“berangkatlah ke majapahit, selamatkan diriku..”
Teriak
dyah pitaloka dalam mimpinya, putri kerajaan padjajaran ini tengah
memegang sebilah patrem atau keris kecil yang lazim dimiliki oleh
seorang putri raja dan tak lama segumpal kabut menyergap tubuh dyah
pitaloka, dan yang tersisa hanya teriakan dari sang putri menggema bak
berasal dari dasar jurang yang dalam.
Sungging
prabangkara tersentak bangun dari tidurnya, pemuda ini lantas membasuh
mukanya dipancuran yang terdapat dipinggir sungai dimana dia mendirikan
gubuk sebagai tempat tinggalnya selama ini.
“mimpi yang aneh..”
Gumam
pemuda berikat kepala hitam ini sambil duduk dipinggir sungai berbatu
dengan gemericik airnya yang senantiasa mengalir dengan beningnya.
“tidak
ada salahnya aku ke majapahit, sekalian menyambangi biungku diperdikan
welangun, tapi mengapa putri padjajaran itu meminta aku
menyelamatkannya, menyelamatkan dari apa..ah..sudahlah, mumpung belum
pagi aku berangkat sekarang juga ke majapahit..”
Setelah merapihkan peralatan melukisnya sungging prabangkara segera melangkahkan kakinya meninggalkan kota raja padjajaran.
Mentari
beranjak naik ketika sungging prabangkara menginjakan kaki disebuah
pecantilan yang sepertinya tengah terjadi kebakaran hebat, tubuh pemuda
ini lantas berlari kearah orang-orang yang tengah berkerumun berusaha
menyelamatkan harta bendanya dari kobaran api, namun disaat bersamaan
puluhan orang-orang berkuda datang dan langsung mengayun-ayunkan
senjatanya kearah penduduk pecantilan, sebagian lagi tampak merampas
ternak penduduk, rupanya orang-orag berkuda ini tengah merampok
pecantilan tersebut.
“kuras semua harta benda, jangan disisakan sedikitpun..”
Sentak
seorang tingi besar dengan tombak berkilat ditangannya, rupanya dia
adalah pemimpin begal atau perampok ini, tapi mendadak sebuah bayangan
dengan cepat melintas diatas pemimpin rampok ini hingga terjengkang dari
kudanya, dengan sebat pemimpin rampok bernama tunggara ini lentingkan
badannya keudara, ketika jejekan kakinya kembali ketanah seorang pemuda
dengan rambut digelung keatas tampak berdiri dihadapan kepala begal ini.
“bocah bau kencur, kau sudah bosan hidup rupanya, berani ikut campur urusan ku..”
“rampok macam kalian sudah sepantasnya dibasmi..”
“jumawa ucapanmu, siapa kau bocah..”
“aku mangkurat, kau tau apa yang aku pegang ini..”
Pemuda yang ternyata mangkurat utusan dari kiageng wanabaya untuk mengambil pedang sangga buana
yang kini berada ditangan sanjaya itu, lemparkan sebuah lempengan batu
bergambar matahari kehadapan tunggara, pemimpin rampok partai bajing
airing.
“kau telik sandi dari majapahit rupanya…”
“kalau sudah tahu mengapa tidak kau suruh anak buahmu menyerahkan diri..”
“hahaha..telik
sandi, kau terlalu jauh dari rumah mu..ini daerah kekuasaan partai
begal bajing akiring, tak ada yang bisa menghentikan kami..maut
taruhannya..”
Belum selesai gema suara dari tunggara, lelaki tinggi besar ini sabetkan tumbak yang digenggamnya kearah mangkurat.
Sementara
itu anak buah tunggara yang tengah menjarah harta dan ternak penduduk
tampak terpelanting tanpa sebab, puluhan orang yang rata-rata bertampang
sangar ini berkaparan ditanah sedang ditengah kalangan pertempuran
berdiri satu sosok pemuda berbaju hitam dengan memegang sebuah kuas
ditangan kanannya, rupanya dengan kuas ini puluhan anak buah begal
tunggara dibuat kacau balau, melihat sepuluh temannya berkaparan sepuluh
orang yang lain dengan golok ditangan masing-masing serang pemuda
berbaju hitam ini secara serempak.
Dengan
segera pemuda baju hitam yang tak lain dari sungging prabangara
kibaskan tangan kanannya kearah orang-orang yang menyerangnya, puluhan
bayangan kuas tampak melesat dari telapak tangan pemuda ini yang
langsung membeset kearah anak buah tunggara, walau Cuma bayangan namun
dapat menembus kulit yang mengakibatkan terkaparnya sisa anak buah
tunggara bermandikan darah.
Sedang
ditempat terpisah tunggara dengan ganas terus menyerang mangkurat
dengan tombak nya, namun olah kanuragan pemimpin begal partai bajing
akiring kalah jauh dari telik sandi majapahit ini, yang dalam satu
kesempatan tendangan berantai yang dilancarkan mangkurat dengan telak
menghujam dada tunggara disusul jatuhan tumit dikepala diakhiri
tendangan melingkar yang memaksa pemimpin rampok partai bajing akiring
ini ambruk ketanah, belum sempat mangkurat mendaratkan jurus totokan
satu kelebatan bayangan telah membawa lari pemimpin begal ini kearah
selatan.
“hem..dari caranya orang itu membawa lari tunggara, dipastikan dia memiliki cacat ditangan kananya..”
Gumam
mangkurat yang langsung menghampiri pemuda berbaju hitam yang tampak
memandang puluhan anak buah tunggara melarikan diri ketika pemimpinnya
dibuat jatuh oleh mangkurat.
“aku mangkurat, telik sandi majapahit..siapakah andika ini..”
“aku sungging prabangkara, kebetulan melintas didaerah ini..”
“mau kemana tujuanmu sungging..”
“aku mau kekota raja majapahit…”
“sayang
kita tidak setujuan, baiklah sungging perjalan ke majapahit masih jauh
kearah timur..semoga saja kita kelak berjumpa kembali..”
“baik kisanak mangkurat..aku pamit..”
“silahkan andika sungging…”
Kedua
pemuda ini tampak bersalaman detik berikutnya keduanya sama-sama
melesat kearah yang berlawanan, namun belum jauh mangkurat lesatkan
badannya pemuda telik sandi majapahit utusan kiageng wanabaya ini
hentikan larinya.
“walau sekilas aku dapat melihat sebuah rajah didada sungging prabangkara, rajah kala cakra..jangan-jangan sungging prabangkara itu yang telah membunuh resi palwa dan melarikan pedang sangga buana…”
Memikir
sampai disitu, mangkurat lesatkan badannya kearah dimana sebelumnya
sungging prabangkara berlalu yakni kota raja majapahit.
ooooOoooo
Tunggara merasakan tubuhnya dibawa terbang oleh sosok yang
memanggulnya, pemimpin begal partai bajing akiring ini berusaha melihat
wajah yang telah menyelamatkan dirinya dari totokan maut yang
dilancarkan mangkurat, namun yang tampak hanya kilasan-kilasan bayangan
yang sangat cepat membuat tunggara kembali pejamkan matanya.
Disatu
hutan kecil sosok yang memanggul tunggara hentikan larinya, dan dengan
seenaknya lempar tubuh tunggara dari bahu kirinya.
“sampai kapan kau meringkuk seperti ulat begitu..”
Sentak
satu sosok lelaki dengan satu tangan yang sepertinya disambung oleh
sejenis logam berbentuk arit berwarna merah ditangan kanannya.
“manggala rupanya kau yang menyelamatkan ku..”
“sudahlah,
tak perlu basa-basi..kini anak buahmu kocar-kacir meninggalkan dirimu,
sekarang ikutlah dengan ku membentuk partai baru..”
“baiklah manggala, karena aku hutang nyawa padamu..aku ikut saja rencanamu..”
“bagus, sebelumnya kita tundukan partai-partai rampok dan begal, setelah itu partai halilintar sewu kita tundukan..”
“manggala, bukankah kau bekas anak buah partai halilintar sewu..”
“itu dulu, setelah wiku dharma persada membuat cacat lengan kananku..aku bersumpah kelak akan menghancurkan partai itu..”
“baiklah manggala, sekarang kemana tujuan kita..”
“alas
roban..aku dengar ditengah hutan itu berdiri satu partai rampok yang
ditakuti seantero tanah jawa bagian tengah..kita tundukan dan kuasai
partai itu..”
Tunggara
hanya anggukkan kepalanya, dilain kejap keduanya tampak melesat kearah
tenggara bertepatan dengan rembang petang melingkupi wilayah hutan
tersebut
ooooOoooo
Alun-alun timur kotaraja majapahit masih ramai dipadati penduduk kota
raja yang ingin menyaksikan sayambara melukis putri buat dipersunting
prabu hajam wuruk, namun sampai satu bulan sayambara berlangsung
tak ada satupun dari seniman-seniman lukis ternama diantero majapahit
yang mampu membuat terkesan pabu hajam wuruk, raja muda ini tampak
terlihat gusar disinggasananya..
“paman
mada, sampai sejauh ini tak ada seorang pelukispun yang mampu
menggetarkan jiwa ku..datangkan pelukis lain dari luar majapahit..”
“hamba gusti prabu..”
Mahapatih
gadjah mada lantas perintahkan beberapa telik sandinya untuk melacak
dan sekaligus mendatangkan seniman lukiis dari luar majapahit.
Disaat
bersmaan sungging prabangkara yang sudah sampai dikota raja majapahit
dan tengah merampungkan lukisan dari putri padjajaran dyah pitaloka
disebuah hutan kecil dekat alun-alun bubat dikejutkan dengan datangnya
beberapa pengawal kerajaan yang mengurungnya dengan tombak diarahkan
didadanya.
“siapa kau anak muda, berani berada ditempat ini tanpa izin..”
Ujar
seorang prajurit sambil menodongkan tombak kearahnya, namun ketika mata
prajurit ini membentur likisan yang dibuat sungging prabangkara degan
cepat diperintahkan semua anak buahnya membawa sungging prabangkara
kedalam kedaton majapahit, dimana prabu haqjam wuruk dan mahapatih
gadjah mada tengah berbincang.
“maap gusti prabu, telik sandi minta menghadap..”
“suruh masuk telik sandi itu..”
Ujar mahapatih gadjah mada sambil bangkit dari duduknya.
Tak menunggu lama seorang prajurit datang sambil membawa sungging prabangkara
“telik sandi, siapa pemuda ini..” ujar mahapatih gadjah mada
“maap, gusti patih..pemuda ini hamba temukan sedang melukis dialun-alun bubat..”
“jadi kau seorang pelukis..apa kau juga salah satu peserta sayambara..”
Kata prabu hajam wuruk sambil bangkit dari singgasananya
“maap
kan hamba gusti prabu, hamba hanya sekedar numpang merampungkan lukisan
hamba, dan hamba juga bukan peserta sayambara..” kata sungging
prabangkara sambil susun kedua tangannya didepan dada.
“coba kau perlihatkan lukisanmu pada ku..”
“ba..baik gusti prabu..”
Perlahan
sungging prabangkara angsurkan sebuah gulungan yang terbuat dari kain,
dengan cepat raja muda ini menerima gulungan lukisan dari dyah pitaloka,
dan begitu lukisan dibuka raut wajah prabu hajam wuruk langsung
berbinar.
“kau yang melukisnya..”
“hamba gusti prabu..”
“siapa yang ada didalam lukisan ini dan putri dari mana..”
“maap gusti, dia bernama dyah pitaloka, putri dari kerajaan padjajaran..”
“sungging, kau memenangkan sayambara ini..seribu kepeng emas berhak atas dirimu..”
“tapi..gusti..”
“sudahlah sungging..paman patih..siapkan pinangan buat putri dari padjajaran itu..”
Mahapatih
gadjah mada anggukkan kepalanya dan beringsut meninggalkan prabu hajam
wuruk yang tampak masih terpana memandangi lukisan dari dyah pitaloka.
Sedangkan
sungging prabangkara mau tidak mau menerima sejumlah hadiah seribu
kepeng emas dari raja muda yang tengah dimabuk kasmaran dengan lukisan
putri padjajaran itu, dan hari itu juga dikirimnya dhuta untuk meminang
dyah pitaloka, putri padjajaran.
Selesai
salam Bhumi Deres Mili
salam Bhumi Deres Mili
Segera menyusul: praja pati wilwatikta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar