Episode: Rajah kala cakra
Bantaran sungai berantas meremang dalam kabut dini hari, deru suaranya
begitu dahsyat manakala menerpa bebatuan gunung yang banyak berjajar
disepanjang alirannya, dari lamping bukit sebelah timur terlihat asap
tebal berwarna hitam membumbung diudara sepertinya sebuah perkampungan
dilanda kebakaran hebat, tak lama puluhan penunggang kuda dengan wajah
rata-rata bertampang sangar hentikan laju tunggangannya tepat
dipinggiran sungai berantas.
“jarot, coba kau hentikan tangis orok itu..bisa gila aku mendengarnya..”
Sentak
seorang penunggang kuda dengan cambang bawuk meranggas diwajahnya,
orang ini bernama manggala dedengkot perampok lereng gunung wilis
bergelar arit iblis.
“aku sedang upayakan manggala..”
sela
jarot sambil membolang baling orok yang terbungkis kain hitam dalam
bedungannya, bukannya diam malah tangis orok ini semakin keras
melengking-lengking seakan merobek dinginya hawa pagi hari.
“apa susahnya membuat diam seorang orok, biar aku bereskan..!!”
Semprot
manggala yang dalam satu kelebatan tubuh, orok ini telah berada dalam
cengkeraman tangannya lalau pada sebuah batu pipih orok yang masih merah
ini dibaringkan.
“manggala
apa yang akan kau lakukan..” teriak jarot manakala dilihatnya manggala
mencabut arit iblisnya dan dengan pandangan dingin sabetkan arit iblis
kearah batang leher sang orok
“crrrasss…”
Darah
tampak mengucur dari pipi sebelah kiri sang orok, rupanya arit iblis
hanya sempat menggores pipi kiri orok ini karena dengan kecepatan kilat
jarot lelaki jangkung ceking ini berhasil merebut kembali orok yang
barusan akan dibunuh manggala.
“manggala, apa kau sudah gendeng atau bagaimana..jika orok ini tewas kepala kita jadi taruhannya..”
sentak
jarot lalu bebat pipi kiri orok yang terus mengucurkan darah, sedang
manggala dengan gusar gebrak kudanya menyebrangi aliran sungai berantas
kearah barat diikuti puluhan anak buahnya, sedang dengan segera jarot
kembali melompat keatas kudanya lalu ikut menyeberangi aliran sungai
berantas yang bergemuruh.
ooooOoooo
TIGA BULAN SEBELUMNYA
Pada masa itu pulau jawadwipa bagian timur merupakan satu wilayah yang
sangat luas hingga tangan-tangan pemerintahan kerajaan majapahit dibawah
pemerintahan hajam wuruk dengan mahapatihnya Gadjah mada
belum mencapai keseluruhan wilayah-wilayah sekitarnya, hingga wilayah
tertentu masih dikuasai oleh kerajaan-kerajaan kecil dan yang lebih
parah lagi banyak diantaranya masih dikuasai para perampok-perampok dan
partai-partai golongan sesaat yang mempunyai kepentingan pribadi,
tersebutlah sebuah partai silat lintas aliran bernama partai Halilintar sewu,
dibawah pimpinan seorang bekas wiku bernama Dharma persada, partai ini
sangat disegani oleh partai-partai baik dari partai silat golongan hitam
atau putih dikarenakan sang pemimpin dharma persada adalah seorang
tokoh yang mampu menundukan dan menaklukan partai-partai silat yang
tersohor sekalipun kemudian titarik bergabung dengan partai halilintar
sewu.
“jarot,
aku dengar dikawasan lereng gunung wilis masih terdapat partai rampok
dengan pemimpinnya bernama manggala bergelar arit iblis..”
“benar wiku dharma, bahkan karena sepak terjangnya pihak kerajaan bermaksud menangkap dan membubarkan partai tersebut..”
“heemm..begitu rupanya, sudah sejauh itukah..”
Gumam wiku dharma, pemimpin partai halilintar sewu ini tampak bangkit dari duduknya
“dengarkan
untuk kalian semua yang ada diruangan ini, partai kita partai bebas
begitupun dengan pihak kedaton majapahit, kita tidak ada sangkut
pautnya..tapi, jika kita diusik..sampai keliang semut pun akan aku
buru..” gumam wiku dharma persada sambil mengepalkan tangannya
“lalu tindakan kita selanjutnya apa wiku..”
“sebelum kedahuluan pihak kerajaan, kita tundukan partai itu..”
“kapan kita berangkat wiku..”
“hari ini juga, siapkan segala sesuatunya..”
“perintah wiku, kami junjung tinggi..”
Tak berapa lama gemuruh ladam-ladam kuda tampak menjauh meninggalkan debu yang membumbung dibelakangnya.
ooooOoooo
Perdikan welangun, terletak tepat dibawah kaki gunung arjuna sebelah
tenggara tanahnya subur dengan pemandangan alam yang indah, dimana
sejauh mata memandang hamparan pucuk-pucuk daun teh bak permadani mutu
manikam melambai tertiup angin dari lereng gunung arjuna, diapit oleh
barisan bukit hutan pinus yang rapat seakan merupakan benteng alami yang
melingkari perdikan welangun.
Dari sebuah rumah panggung yang keseluruhan bangunannya terbuat dari rotan, lapat-lapat terdengar tangis bayi yang sangat keras.
“selamat
nduk welas, anak mu kembar laki-laki..” ujar seorang nenek tua keriput
yang merupakan dukun paraji atau dukun beranak, sang ibu Cuma tersenyum
dan dengan kasih mulai menyusui dua buah hatinya itu.
“mbok, ini tanda apa ..” gumam welas sambil memperlihatkan dada kedua anaknya..”
Dukun paraji ini lantas perhatikan dada dua orok itu.
“duh..sang hyang jagat nata…”
“ada apa mbok..tangsu..”
“welas..ke dua anakmu memiliki tanda lahir atau rajah kala cakra..”
“maksudnya apa mbok..”
“siapapun yang memiliki tanda lahir ini, kelak dia akan menjadi orang besar tapi..”
“tapi apa mbok..”
“mana srengenge , suamimu..”
“saya disini mbok..” ujar seorang laki-laki setengah baya yang baru datang
“cepat bawa kedua anakmu pada resi mahesa jenar..”
“maksudnya..”
“jangan banyak Tanya dan berpikir srengenge..cepat bawa kedua anakmu pada resi mahesa jenar dipuncak gunung semeru..”
“baa..baik, mbok..”
Lelaki
separuh baya ini lantas bedung kedua anaknya, dan dengan segera keluar
rumahnya dari pintu belakang, tapi alangkah terkejutnya lima langkah
didepan sana satu sosok bercaping menghalangi jalannya.
“serahkan kedua orok itu padaku..”
Suara parau terdengar dari sosok bercaping bamboo itu sambil ulurkan kedua tangannya kedepan
“siapa kisanak..”
“seorang sahabat..cepat serahkan kedua orok itu..”
“tapi.tapi..”
Belum
kering ucapan srengenge dari mulutnya, mendadak dari atas meluncur
satu sosok lain disusul dengan beberapa bayangan mengurung tempat itu
“jangan serahkan orok itu padanya..”
Sentak seorang lelaki berkepala pelontos dengan bulatan-bulatan hitam berjumlah enam diatas kepalanya yang licin.
“wiku dharma persada, kenapa kau mencampuri urusanku..”
“jangan berlagak pilon, siapapun tahu..rajah kala cakra..kau pun mengincarnya bukan..”
“srengenge, cepat bawa anak-anakmu ke puncak semeru..”
Sebuah
suara mengiang bak nyamuk terdengar ditelinga kanan lelaki yang tengah
mendekap kedua anak kembarnya ini, tak menunggu lama srengenge
lentingkan badannya kearah selatan sambil mendukung anak kembarnya.
“urusan kita belum selesai wiku dharma persada..”
Ucap
orang bercaping bamboo , manakala orang berkepala plontos dengan enam
bulatan hitam dikepalanya yang ternyata wiku dharma persada pemimpin
partai lintas aliran halilintar sewu yang tengah dalam perjalanan menuju
lereng wilis.
“siapapun kau adanya, akan menyesal berurusan dengan ku..” sentak wiku dharma persada
“ wiku, biar aku yang hadapi orang ini..”
“jarot,
dan kalian semua berangkatlah dulu kelereng wilis, sebagian yang lain
cari dan bawa padaku kedua orok itu..biar aku layani apa maunya orang
ini..”
“baik wiku..”
Jarot
dan anggota partai halilintar sewu lainnya lantas tinggalkan tempat
itu, sementara wiku dharma persada segera pasang kuda-kuda.
“buka capingmu kisanak..” ujar wiku dharma persada
“kenapa repot-repot mengurusi caping bututku ini, kalau mau duel, ya duel saja..”
“kau menguji kesabaranku kisanak..lihat serangan..”
Dengan
sekali hentakan kaki, sosok wiku dharma persada melesat kedepan dengan
mengarahkan telapak tangan kanannya kedepan, alur-alur kebiruan terlihat
menggumpal mengelilingi tubuhnya inilah jurus kuntum kilat melecut raga,
salah satu andalan jurus yang dimiliki pemimpin partai halilintar sewu,
rupanya wiku dharma persada menginginkan pertarungan cepat.
“Blaaaamm..bblllaaammm…bblllaaaaammm..”
Dentuman
keras terdengar mengguncang tempat itu, debu pasir berterbangan,
pohon-pohon tampak tercabut dari akarnya, gumpalan-gumpalan sinar
berarna kebiruan melingkupi sesantro lembah tempat duel berlangsung,
begitu suasana perlahan pulih seperti sedia kala, orang bercaping bamboo
itu sudah tidak ada ditempat itu lagi.
“rupanya orang bercaping itu, sengaja mengulur waktu ku..”
Menyadari
keteledorannya wiku dharma persada lantas lentingkan tubuhnya kearah
dimana jarot anak buahnya berlalu terlebih dahulu yaitu lereng
pegunungan wilis.
ooooOoooo
Lereng
pegunungan wilis kala itu merupakan satu kawasan yang sangat
diperhitungkan tepatnya ditakuti disesantro jawa bagian timur, jangankan
berfikir merambahnya mendengar namanya saja cukup membuat bulu kuduk
merinding, bertahun-tahun lamanya puluhan orang yang menyambangi tempat
itu menghilang tanpa sebab yang jelas bahkan burung yang melintas
diatasnya dipastikan tersedot amblas oleh kekuatan astral, seakan
terdapat daya hisap magnit yang dahsyat, dari lamping bukit sebelah
barat sosok-sosok bayangan hitam terlihat mendekam digundukan bebatuan
gunung sebesar rumah.
“kau yakin ini tempatnya..”
“tidak salah lagi kakang jarot..”
“heem..terlalu hening..kalian semua waspadalah.”
Belum
kering ucapan jarot, entah dari mana datangnya kilatan-kilatan berwarna
merah melesat bersiweran diantara pepohonan disusul jerit kesakitan
beberapa orang yang mendekam dibebatuan gunung.
“kita diserang..bentuk formasi pusaran wyuha..” teriak jarot
Beberapa
orang tampak melesat lima langkah kebelakang kemudian dengan cepat
berputar mengelilingi tempat itu, semakin lama orang-orang yang berputar
itu semakin cepat dan cepat dan kini yang tampak adalah bayangan
pusaran yang berputar dengan cepat
“bbruuukk..bruuuukk…brruukkk…!!!”
Terdengar
benturan-benturan keras menerpa bumi disusul beberapa jeritan kesakitan
membahana merobek dinginnya kabut menjelang pagi hari, begitu kabut
perlahan menipis ditengah-tengah barisan orang yang kini telah berhenti
berputar tampak bergelimpangan sosok-sosok berpakaian merah dengan
sebilah arit berwarna sama ditangan masing-masing.
“seraaangg…” teriak jarot
Orang-orang
yang membentuk lingkaran ini lantas kembali berlari memutari beberapa
orang yang bergelimpangan dan dari bayang-bayang pusaran orang yang
kini kembali membentuk pusaran yang cepat dan dari balik pusaran
melesat warna keperakan yang tampak membeset orang bersenjata arit
merah..
“hhaaaaahhaaahhaaaa…!!!”
Jeritan membahana terdengar disesantro tempat itu…
“beraninya
sama anak kecil..aku lawan kalian..” bentakan membahana terdengar
menggetarkan bebatuan kecil yang ada disekitarnya disusul melesatnya
satu bayangan tinggi besar kini telah berada ditempat itu.
“ternyata kau mandra bergawa yang bernama manggala, bergelar arit iblis..”
“huh..jika sudah tahu, cepat tanggalkan sebelah kaki kalian lalu cepat tinggalkan tempat ini..”
“jumawa sekali..” gumam jarot
“apa kalian juga orang bayaran majapahit, kepalaku dihargai berapa..”
Belum
sempat jarot menjawab pertanyaan orang, diudara melesat satu sosok
bayangan yang kini dengan ringan jejekan kaki terpaut tiga langkah dari
manggala.
“wiku dharma persada..ahh..maapkan, aku tak tahu tingginya gunung mahameru..dalamnya samudra arafuru..” desis manggala bergetar
Mendadak
orang tinggi besar ini jatuhkan lututnya ketanah, sedang orang
berkepala plontos dengan enam bulatan dikepalanya yang teryata wiku
dharma persada Cuma tersenyum simpul
“hahah..dunia
memang sempit, pemimpin rampok yang sangar dan ditakuti sesantro jawa
bagian timur itu ternyata kau mandra bergawa, setelah keluar dari
partaiku kau membentuk partai sendiri.rupanya.”
“maapkan aku wiku, waktu itu aku..”
“sudahlah mandra, eh manggala..sekarang itukan namamu..aku datang kemari mau menaawarkan kerjasama dengan mu..”
“tak ada alasan untuk menolak tawaran wiku..”
“bagus, sekarang tugasmu..cari orok yang baru lahir dengan tanda lahir rajah kala cakra , jangan kembali sebelum berhasil, ingat nyawa mu taruhannya, mengerti manggala..”
“kemana aku harus mencari wiku..”
“cari orang bernama srengenge, dia yang membawa kedua orok itu entah kemana..”
“baiklah hari ini juga aku berangkat..”
“jarot akan menemani mu..”
Manggala
Cuma diam, diliriknya lelaki ceking jangkung itu sesaat dadanya
bergemuruh, lima tahun yang lalu ketika masih menjadi anak buah wiku
dharma persada dirinya sempat bertikai dengan jarot dan alasan itu pula
manggala memutuskan keluar dari partai dengan diam-diam.
ooooOoooo
Seperti dituliskan dalam kisah awal, dalam satu pengejaran akhirnya
mandra bergawa yang kini berganti nama menjadi manggala bergelar arit
iblis berhasil mendapatkan salah satu orok yang mempunyai rajah kala
cakra didadanya dengan terlebih dahulu membunuh srengenge, ayah dari
kedua orok yang mempunyai rajah kala cakra, sementara orok
lelaki yang satunya raib secara mendadak disambar sekelebatan bayangan
putih yang dengan cepat melesat kearah selatan dimana meremang tersaput
kabut sebuah gunung yang tertinggi dipulau jawa bagian timur, semeru.
TUJUH BELAS TAHUN KEMUDIAN
Pemuda gagah berambut gondrong dengan parut melintang dipipi kirinya
ini lentingkan badannya keatas bersalto beberapa kali diudara dan dengan
kecepatan yang sulit diikuti pandangan mata biasa arahkan kepalan
tangannya kearah sebuah batu sebesar kerbau.
“blllaaammmm..!!”
Dalam
sekali pukul batu itu langsung hancur menjadi serpihan-serpihan debu
berwarna biru, sedang terpaut dibelakangnya seorang berkepala plontos
dengan bulatan-bulatan hitam berjumlah enam dikepalanya Nampak tersenyum
puas.
“bagus sanjaya, jurus kuntum kilat melecut raga telah kau kuasai dengan sempurna..kini dunia persilatan ada dalam genggaman mu..”
Pemuda gagah denga parut dipipi kirinya ini Cuma tersenyum jumawa
“romo guru aku belum puas, sebelum seluruh persilatan tanah jawa ada dalam geggaman tanganku..”
Lantas
sanjaya buka baju hitamnya, tampaklah sebuah rajah dalam bahasa jawa
kuno berbentuk cakra terpapar dengan jelas didadanya, lalu tinggalkan
begitu saja orang tua plontos dengan enam bulatan hitam dikepalanya,
sementara orang tua ini Cuma geleng-geleng kepalanya tapi sesaat senyum
tipis menyeruak dari bibirnya.
ooooOoooo
Lereng bukit batu pualam biru meremang dalam kabut senja hari, semilir
angin timur terdengar bergemerisik manakala menerpa hamparan rumpun
bamboo , sementara terpaut tiga langkah dari rumpun bamboo satu pondok
kayu berbentuk panggung terdengar dentingan-dentingan logam yang seakan
tengah diadu, satu sosok renta berselempang kain kuning terlihat
memukul-mukulkan palunya pada sebatang lempengan baja yang tampak
memutih menandakan betapa panasnya lempengan baja itu, tapi orang tua
bernama mpu palwa ini seakan tak merasakan panasnya logam tersebut malah
sesekali dengan enaknya elus lempengan baja panas itu dengan tangan
kanannya.
“jrruuusss..!!”
Terdengar
desisan dari lempeng baja manakala mpu. Palwa memasukannya kedalam air
yamg ditampung berbentuk segi empat panjang terbuat dari batang pohon
randu pugur.
“hem..tinggal membentuk tangguh dari pusaka ini, masih ada tujuh hari lagi sebelum kiageng wana baya mengambil pesanannya..”
Gumam mpu.palwa sambil perhatikan sebilah pedang yang masih belum
rampung itu, tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar lapat-lapat
sebuah erangan halus dengan segera orang tua berselempang kain kuning
ini lentingkan tubuhnya ke sumber suara, diantara rumpun bamboo ori
terbujur satu sosok yang tampak berlumuran darah, dengan sigap mpu palwa
dukung sosok yang ternyata seorang pemuda berpakian putih dengan rambut
digelung keatas.
“agaknya
pemuda ini, habis diterkam harimau..” gumam mpu palwa sambil
memperhatikan guratan panjang di lengan pemuda yang kini mulai siuman
“anak muda, siapa kamu ini..apa yang terjadi denganmu..”
Pemuda dengan rambut digelung keatas ini pandang orang tua dihadapannya dengan was-was..
“siapa kakek ini..” gumamnya lirih
“aku mpu palwa..apa yang terjadi denganmu..”
“saya..mangkurat, utusan dari kiageng wanabaya..untuk mengambil pesanannya..”
“ah..rupanya begitu..lalu kenapa kamu terluka parah begini..”
“ketika berada dikaki bukit sebelum kemari, seekor macan kumbang menghadang saya..”
“untung kamu bisa selamat anak muda..”
“maap mpu apa bisa saya membawa pesanan kiageng wanabaya sekarang..”
“mangkurat, aku sudah bilang pada kiageng..tunggulah seminggu lagi, tinggal membentuk tangguhnya saja..”
“kalau begitu, sambil menunggu pedang rampung izinkan saya membantu mpu merampungkannya..”
“dengan senang hati mangkurat..”
Mangkurat
lantas menghampiri dua buah bumbung bamboo yang merupakan alat pompa
alami dan langsung memompanya naik turun, api seketika langsung berkobar
dan kembali mpu palwa meneruskan pekerjaanya menempa pedang pesanan
dari kiageng wanabaya, yang merupakan orang penting dikedaton majapahit.
ooooOoooo
Ditempat lain dipuncak gunung semeru, dan dalam waktu yang hampir
bersamaan dibawah rindangnya pohon waringin kurung seorang pemuda gagah
berambut gondrong sebahu dengan ikat kepala berwarna hitam tampak asik
menggoreskan kuasnya diatas kanvas, saking seriusnya melukis tak
disadarinya seseorang telah berdiri dibelakangnya.
“sungging prabangkara, ini hari apa yang kau lukis..”
Pemuda
gondrong dengan ikat kepala hitam ini hentikan goresan kuasnya, tapi
begitu tahu siapa yang menegurnya sekelumit senyum mengembang
dibibirnya.
“guru, maapkan saya tidak mengetahui kedatangan guru..”
“sungging,
serius dalam mengerjakan sesuatu itu bagus, namun jangan kau lupakan
suasana sekitarmu, kadang selembar daun yang jatuh sudah cukup
membinasakan seekor serigala yang buas sekalipun..”
“maksud guru..”
“kelak dirimu akan mengerti dengan sendirinya..”
“maap guru, ada sesuatu yang ingin saya tanyakan..”
“bertanya
adalah tanda penghormatan pada seseorang, banyak bertanya merupakan
ciri kelemahan yang menyebabkan kehancuran..sungging aku tahu apa yang
akan kau tanyakan dan jawabannya tetap sama..”
Ujar orang dengan caping bamboo yang dengan sekali kelebatan sosoknya raib dari pandangannya.
“kelak
kau akan mengetahuinya..” gumam pemuda ini dengan senyum dikulum
kemudian tangannya kembali menggoreskan kuas diatas kanvas, dan disaat
sang bayu menyibak baju hitam pada bagian dadanya, disana tertera rajah
hurup-hurup jawa yang melingkar membentuk cakra.
ooooOoooo
Kedaton wilwa tikta atau lebih masyur disebut majapahit
dalam beberapa pekan tampak lain dari biasanya, disekitar alun-alun
utara dan selatan puluhan bahkan ratusan orang dengan alat melukis
tampak menggores-goreskan kuasnya diatas kanvas, kegiatan
seniman-seniman lukis yang ternama pada zaman itu bukan sekedar melulkis
biasa, mereka sedang mengikuti sayambara melukis seorang gadis atau
putri yang terdapat di seluruh kota raja atau bawahan kerajaan majapahit
yang jika prabu Hajam wuruk berkenan dan dapat
mempersunting putri tersebut, maka hadiah seratus kepeng emas akan
diperoleh oleh salah satu dari ratusan seniman-seniman lukis ini.
“gusti
prabu, sudah ratusan lukisan putri dari seantero kota raja bahkan negri
bawahan telah dipersembahkan, kenapa belum menjatuhkan pilihan..” ujar
mahapatih Gadjah mada, laki-laki separuh baya yang telah mengabdi
selama tiga decade dengan tiga dinasti ini sambil rapatkan kedua
tangannya didepan kening.
“paman
mada, entah kenapa sampai hari ini belum ada yang dapat menggetarkan
hati sanubari saya, semua karya seniman lukis itu biasa saya jumpai
dipasar-pasar, saya mengingikan lukisan putri yang istimewa, dan mampu
menggetarkan jiwa ketika saya memandangnya..”
sabda prabu hajam wuruk sambil duduk disinggasananya.
“lalu, apa yang harus hamba lakukan gusti prabu..”
“paman
mada, sebar luaskan sayambara ini keantero wilayah jauh, saya tidak
perduli berapa lamanya waktu dibutuhkan yang pasti seorang putri nan
istimewa dapat saya persunting sebagai seorang permaisuri yang agung..”
“titah gusti prabu, hamba junjung tinggi..”
Setelah merangkapkan kedua telapak tangan dikening, mahapatih Gadjah mada tinggalkan balerung singgasana wilwatikta seiring hembusan sang bayu yang menggugurkan pucuk-pucuk daun kering pohon maja.
ooooOoooo
Suasana masih terang-terang tanah, ketika dari atas bukit dimana sebuah
perguruan silat bernama wallet jingga berada, terdengar
teriakan-teriakan kesakitan dan dentangan beradunya senjata tajam, dalam
beberapa jurus tubuh-tubuh tampak bergelimpangan bermandikan darah dari
anak murid perguruan wallet jingga, seorang pemuda gagah berambut
gondrong dengan tanda goresan panjang dipipi sebelah kirinya tampak
kiblatkan senjatanya yang berupa tiga batang baja yang dikait dengan
rantai diujungnya, senjata ini disebut tripel stik oleh ahli kung-fu,
dan sepuluh orang anak perguruan wallet jingga langsung bermentalan
terkena sabetan senjata ini, nyawanya putus sudah sebelum tubuh-tubuh
malang ini menyentuh bumi.
“sanjaya, sudah kau bereskan pemimpin perguruan wallet jingga..”
ujar
wiku dharma persada sambil kibaskan jubahnya dimana beberapa orang anak
perguruan wallet jingga bermentalan diudara, pemuda gagah dengan
goresan dipipi sebelah kirinya ini lantas lemparkan sebuah benda yang
ternyata potongan kepala manusia.
“bagus sanjaya, habisi semua yang membangkang, rampas semua senjata mustikanya..”
Begitulah….
Partai
halilintar sewu, terus beraksi menebar terror dengan menantang dan
menyerbu perguruan-perguruan silat lainnya diseantero pulau jawa,
lantas dirampas semua senjata mustikanya baik berupa pedang, tombak,
keris, kujang, dan lainnya lalu dikumpulkan dalam satu bukit karang
terjal kemudian wiku dharma persada menamai tempat itu debagai “kuburan mustika”
“sanjaya
ada satu senjata mustika, yang jika kita memilikinya partai halilintar
sewu akan menjadi raja diraja partai diseantero rimba hijau
persilatan..”
“senjata mustika apa itu romo guru, siapa yang memilikinya..”
“sebilah
pedang mustika yang belum rampung, konon jika pedang yang berasal dari
lempengan batu meteor dari bulan itu jadi, maka pedang mustika itu
merupakan senjata maha sakti yang belum tentu terlahir kembali dalam
kurun waktu lima belas decade , pedang itu pesanan orang penting dari
majapahit yang akan dipersembahkan pada prabu hajam wuruk..sekarang
pedang itu tengah dirampungkan oleh seorang mpu. Bernama palwa dibukit
batu pualam biru..”
“baik romo guru, aku mengerti maksud dari romo guru..serahkan semuanya pada ku..”
Wiku
dharma persada sunggingkan senyum simpul, sedangkan dalam satu hentakan
kaki tubuh sanjaya telah jauh terlihat dilereng bukit sebelah selatan.
ooooOoooo
selesai
salam Bhumi Deres Mili
penulis
segera menyusul : Balada Cinta Dyah Citaresmi Pitaloka
selesai
salam Bhumi Deres Mili
penulis
segera menyusul : Balada Cinta Dyah Citaresmi Pitaloka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar